Aksi HTN 2017 Samarinda Menyerukan Perlawanan terhadap Perampasan Lahan dan Kriminalisasi Petani

21765042_2048836438689461_5528505034453895742_n

Samarinda, pada hari selasa (26/09/2017) jam 09:30 Wita, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Hari Tani Nasional yang terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa,  petani, dan LSM yang berasal dari beberapa daerah di Kalimantan Timur melakukan aksi di depan kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Aksi yang dilakukan bertujuan memperingati Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 November ini, sudah berlangsung 57 tahun HTN semenjak ditetapkannya UUPA No 5 Tahun 1960. Namun, dalam perkembangannya, para petani tidak mengalami kemakmuran dan kesejahteraan tetapi mengalami penindasan serta perampasan lahan yang tidak terhindarkan. Reforma agraria yang di usung Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak benar-benar dijalankan.

Di dalam selebaran aksi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebutkan bahwa 56% aset berupa properti, tanah, dan perkebunan dikuasai oleh 0,2% penduduk Indonesia saja. Artinya konsentrasi kepemilikan yang sangat senjang berdampak pada kesenjangan dan memperlebar garis kemiskinan di masyarakat yakni petani buruh dan kaum miskin lainnya. Selain itu Badan Pusat Statistik (BPS) juga mempublikasaikan data indeks Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada februari tahun 2017 sebesar 100,33. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sebelumnya yakni tahun 2016 dengan besar 102,23 dan 102,19 pada 2015. NTP menghitung rasio antara indeks harga yang diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam presentase. Tidak sebatas angka-angka tersebut, di Kalimantan Timur para petani di muara jawa, sanga-sanga, loa janan, dan jembayan mengalami perampasan lahan serta kriminalisasi. Bahkan sudah umum terjadi, militer (dalam hal ini TNI/POLRI) terlibat dalam proses perampasan lahan petani untuk mengawal kepentingan perusahaan. Seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara, terdapat satu perusahaan, yakni PT. Perkebunan Kaltim Utama (PT. PKU). PT. PKU milik Mentri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia yakni Luhut Binsar Pandjaitan, perusahaan milik luhut ini menggusur 6 kelompok tani di 3 kecamatan. Luas tanah 6 kelompok tani tersebut adalah 1.300,59 ha. Praktek perampasan lahan yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara melakukan pengerusakan terhadap tanam tumbuh kelompok tani. Cara lain perusahaan melakukan penanaman kelapa sawit adalah “menanam” dahulu apabila pemilik lahan melakukan protes baru kemudian dilakukan negosiasi. Masuknya perusahaan tersebut melalui penerbitan izin lokasi yang diterbitkan oleh bupati Kutai Kartanegara nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004. Perusahaan tersebut hadir dan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada kelompok tani atau pemilik lahan. Masa aksi mencurigai adanya keterlibatan instansi publik lainnya seperti Badan Pertanahan Negara Kabupaten dalam kasus perampasan lahan ini.

Dalam aksi yang di isi dengan orasi politik dari berbagai organisasi mahasiswa, LSM maupun petani, ada salah seorang petani yang dalam orasi politiknya beliau mengatakan “bahwa saat ini para petani di Muara Jawa, Sanga-sanga, Loa Janan, dan Jembayan mengalami perampasan lahan sehingga kehilangan tempat penghidupan, tidak hanya itu terdapat kriminalisasi kepada petani juga terjadi apabila mempertanyakan haknya bahkan sampai ada yang dipenjarakan, semenjak tahun 2006 hingga sekarang perjuangan menuntut perlakuan perusahaan tidak membuahkan hasil tetapi malah mendapatkan intimidasi dari pihak perusahaan beserta aparat negara. Pengalaman yang terjadi pada petani Muara Jawa, terdapat ancaman dari manajemen perusahaan kepada salah satu kelompok tani yang tidak mau memberikan lahannya kepada perusahaan, ini disusul dengan datangnya tentara yang juga mengintimidasi petani agar memberikan tanahnya kepada perusahaan. Kemudian terdapat tumpang tindih sertifikat tanah petani dengan perusahaan semenjak lahirnya izin Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah daerah Kukar” ungkap Pak Akmal sebagai perwakilan dari petani.

21766732_2048836635356108_5452274435064005952_n

Apa yang diungkapkan oleh Pak Akmal menjadi gambaran penindasan petani diseluruh Indonesia. Berbagai perwakilan petani, mahasiswa, dan LSM kemudian silih berganti berorasi mengecam tindakan rezim penguasa yang membuat petani semakin terhisap.

Hema perwakilan dari Lingkar Studi Kerakyatan dalam orasinya mengecam kondisi yang dialami petani semakin diperparah dengan tingkat kesenjangan ekonomi yang semakin lebar, “di Indonesia pada tahun 2017 terdapat sekitar 4 orang terkaya yang setara dengan 100 juta rakyat miskin, kondisi ini memperlihatkan bahwa sistem yang mengedepankan keuntungan tidak benar ingin mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia. Di Kukar yang merupakan wilayah pertambangan terbesar di Kalimantan Timur malah menyisakan kemiskinan yang begitu besar, dimana penduduk Kukar sebagai penerima raskin terbesar. Apa yang terjadi hari ini karena konsentrasi kepemilikan yang hanya beberapa orang saja. Akumulasi Primitif yang berarti penggusuran lahan-lahan pertanian menjadi lahan industri nyata terjadi saat ini dihadapan kita. Apa yang terjadi pada petani muara jawa, loa janan dan sanga-sanga juga berlaku dan terjadi diberbagai wilayah di Indonesia, ada petani rembang yang dirampas lahan pertaniannya oleh industri semen, petani gunung tumpang pitu, dan masih banyak lainnya. Perampasan lahan ini juga disertai dengan kriminalisasi terhadap petani yang memperjuangkan haknya, ini yang dialami petani muara jawa salah satunya” kecam perwakilan dari Lingkar Studi Kerakyatan ini.

Perwakilan dari LSK tersebut juga menegaskan bahwa perjuangan melawan sistem hari ini harus dilakukan oleh rakyat tertindas itu sendiri, tanpa memberikan sedikit kompromipun kepada penguasa.

“untuk itu, perjuangan yang harus kita lakukan bersama adalah dengan memperkuat persatuan kelas tertindas yang terdiri dari kelas buruh, kaum tani, mahasiswa dan rakyat tertindas lainnya dalam melawan segala bentuk penindasan yang diakibatkan sistem saat ini. Menarik kesalinghubungannya bukan hanya dipersempit pada satu isu saja, tetapi mencari akar persoalan atas penindasan dan penghisapan yang terjadi akibat berjalannya sistem yang mengutamakan kepentingan modal atau sistem kapitalisme. Karena selama berjalannya sistem kapitalisme, penggusuran, perampasan lahan, pelanggaran HAM, korupsi, kerusakan lingkungan, hingga pembantaian akan terus terjadi. Kita tidak bisa berharap pada negara yang merupakan alat kelas berkuasa, maka dari itu segala bentuk perlawanan harus kita muarakan pada solidaritas kelas tertindas untuk berkuasa mengontrol alat-alat produksi yang dipimpin oleh kelas buruh, dan kita tidak membutuhkan parlemen-parlemen yang mewakilkan kelas berkuasa, tetapi kita membutuhkan dewan-dewan pekerja yang berhak untuk mengontrol seluruh aktivitas produksinya secara kolektif tidak orang seorang sebagaimana yang terjadi saat ini” ungkap perwakilan LSK tersebut.

Diakhir aksi yang tepat pada jam 12:30 Wita, Dodit Prabowo sebagai Koordinator Lapangan yang mewakili Aliansi Hari Tani Nasional menyuarakan beberapa tuntutan diantaranya :

  1. Wujudkan reformasi agrarian sejati, sesuai UUPA No 15 tahun 1960
  2. Stop kriminalisasi terhadap petani miskin
  3. Lawan keterlibatan militer (TNI/POLRI) dalam perampasan lahan petani
  4. Kembalikan kebun dan lahan petani yang dirapas
  5. Berikan rehabilitasi kepada lahan yang ditinggalkan oleh perusahaan
  6. Berikan akses distribusi langsung kepada petani
  7. Mengganti paradigma revolusi hujau dengan pertanian berkelanjutan. (pm)

Leave a comment